
Martapura,lintassamudranews.com – Dedy juga menambahkan bahwa terkait relasi para tokoh Sukaraja ini, terdapat fenomena tersendiri. Dirinya melihat dinamika atau perkembangan hubungan antar tokoh yang luar biasa. Terutama setelah Abah Affandi mengajak Abah Sholeh bergabung di NH. Sebab, setelah itu, Sukaraja menjadi begitu terakses dengan dinamika politik OKUT dan Sumsel.
“Ya, setelah Abah Affandi ajak Abah Sholeh gabung di NH tahun 1986, itu sepertinya jadi titik lompat sosial politik Sukaraja. Abah Sholeh ajak Abah Yunus dan Pak Kholid lalu aktif memenangkan Golkar pada Pemilu 1997. Ada dua nama dari NH yang dapat 2 kursi DPRD OKU yaitu Pak Kholid dan Ustadz Fakhruddin. Saya yang lagi mondok kala itu, ya, ikut nyoblos. Beliau berdua tidak lama menjabat karena Reformasi,” terang mantan Sekretaris PKNU Buay Madang ini.
Setelah itu, lanjut Dedy, reformasi 1998 terjadi dan PKB menjadi primadonanya pesantren. Tak terkecuali bagi Nurul Huda yang kontak tokohnya di OKU bahkan Sumsel. Bahkan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pun sempat memberikan orasi politiknya di lapangan dekat Sumber Agung dan menginap di Ndalem Kiai Imam Rohani. Itu yang jadi motornya adalah para tokoh di Sukaraja.
Dari sinilah lalu muncul lagi tokoh Nurul Huda yang duduk di DPRD OKU dari PKB yaitu Abah Yunus Syah. Beliau ini jadi kontak di NH yang mengkomunikasikan H. Herman Deru mengajak H. Kholid minta dukungan Abah Affandi untuk jadi Bupati dan Wakil Bupati OKUT dan terpilih. Waktu 2003-2005 itu sudah terlihat jelas ada perbedaan politik para tokoh NH.
Abah Sholeh tidak mungkin berpaling dari Pak Syahrial yang mencalonkan anak buahnya. Abah Affandi tidak mungkin juga meninggalkan Pak Kholid. Meskipun yang mengajak Pak Kholid adalah Abah Sholeh tapi Pak Kholid sudah menjadi bagian dari NH.
“Abah Affandi pun mengatur pola gerakannya dengan tidak mau menjadi juru kampanye apalagi tim sukses. Hal ini tentu saja untuk menjaga cara agar tetap tegak lurus menghormati sepenuhnya sikap politik Abah Sholeh,” terang mantan Ketua PKB Buay Madang satu ini.
Ketika Pilbub selesai, Abah Affandi kemudian mengajak Abah Sholeh mengunjungi kediaman Haji Deru agar komunikasi keduanya tetap terjaga. Begitupun selanjutnya dalam hubungan pasangan Deru-Kholid, Abah Affandi juga menjadi pengawal kerukunan keduanya hingga bertahan dua periode memimpin OKUT.
“Lalu saat Haji Deru jadi Gubernur Sumsel. Justru Abah Affandi yang mempertemukannya dengan Haji Kholid yang kala itu Bupati OKUT dan tidak mendukungnya. Haji Haji Kholid lalu membonceng Haji Deru menuju lokasi pertemuan di Asrama Al Umami. Pertemuan itulah yang memunculkan duet Haji Lanosin dan Haji Yudha yang kini jadi Bupati dan Wakil Bupati OKU Timur,” terang Dosen Universitas Nurul Huda pendiri Pusat Kajian Komering ini.
Melihat langkah demi langkah para tokoh Sukaraja di atas, nyata mereka telah berkembang menjadi tokoh OKUT dan bahkan Sumsel dengan NH sebagai terminalnya. Sebab, tidak mungkin tanpa didahului oleh dinamika internal NH, para tokoh Sukaraja itu akan menjadi fenomenal gerakannya bagi OKUT bahkan Sumsel.
“Satu yang saya lihat sebagai kunci utamanya, yaitu kerukunan atau persatuan. Menerima orang lain untuk hidup dan kehidupan bersama. Tidak merasa benar dan hebat sendiri apalagi serakah. Kemauan dan kemampaun berbagi ruang dan peluang yang ada atau suka duka ramai bekerja. Itu yang menurut saya mengantarkan Sukaraja ini sebagai potret persatuan pembangunan,” pungkas Wakil Ketua Bidang Pendidikan, Dakwah dan Pesantren DPC PPP OKUT ini. (YOS ARMAN)