
Baturaja Sumatera Selatan, Lintassamudranews.com — Ratusan massa aksi unjuk rasa, Organisasi Massa Jeritan Rakyat Tertindas (JERAT) DPW Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) bersama masyarakat berlangsung tegang pada Senin (8/12/2025). Massa aksi demo berkumpul di halaman Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti – Martapura sejak pukul 09.30 WIB menuntut penegakan hukum terkait sengketa kawasan hutan di Desa Tihang, Kecamatan Lengkiti.

Aksi ini dipicu oleh berlarutnya persoalan pengelolaan kawasan hutan produksi terbatas yang dinilai tidak mendapatkan penanganan optimal dari pihak kehutanan.
Dalam orasinya, JERAT menegaskan bahwa aksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil mediasi pada 12 November 2025 yang melibatkan masyarakat Desa Tihang, pemerintah desa, camat, aparat kepolisian, TNI, serta pihak kehutanan.
Mediasi tersebut telah menegaskan bahwa tidak ada pihak mana pun yang boleh menguasai, menanam, atau memanfaatkan kawasan hutan tanpa izin resmi negara. Namun menurut JERAT, kenyataan di lapangan justru masih ditemukan aktivitas panen sawit oleh oknum tertentu, sehingga menimbulkan kekecewaan dan dugaan pembiaran.

Koordinator aksi, Heri Jayaputra, menyebut pihaknya berpegang pada sejumlah dasar hukum termasuk UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 71 Tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat, hingga UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP.
Dalam tuntutannya, JERAT mendesak Kepala UPTD Dinas Kehutanan Sumsel KPH wilayah VI Bukit Nanti – Martapura untuk mundur dari jabatannya bila dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Massa juga menuntut agar seluruh kawasan hutan produksi terbatas dibebaskan dari aktivitas pengelolaan oleh perusahaan maupun perorangan yang tidak memiliki legalitas.
Selain itu, mereka meminta aparat penegak hukum menindak tegas para pihak yang diduga mencuri dan memanen buah sawit di kawasan yang saat ini masih berada dalam sengketa.
Koordinator lapangan, Bowo Sunarso, menegaskan bahwa aksi tidak akan bubar sampai ada respons resmi dari pihak UPTD.
Hingga pukul 11.00 WIB, aksi terus berlangsung dengan orasi bergantian dari perwakilan masyarakat dan aktivis. Situasi sempat memanas ketika sebagian massa mendorong agar pimpinan UPTD keluar untuk memberikan penjelasan langsung.
Setelah beberapa saat, Sutomo, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel UPTD KPH Wilayah VI Bukit Nanti – Martapura yang berkantor di Kota Baturaja, didampingi pegawai dan jajarannya akhirnya menemui massa di halaman kantor. Meski terjadi adu argumen, kondisi tetap terkendali berkat pengamanan ketat dari Polsek Baturaja Timur dan Polres OKU.
Dalam pernyataannya, Sutomo menegaskan bahwa setiap orang yang memasuki kawasan hutan wajib memiliki izin resmi dari Kementerian Kehutanan. Ia juga menyebut akan menyampaikan seluruh tuntutan masyarakat kepada pihak provinsi untuk di tindaklanjuti.
Sementara itu, Nurul Hidayati, Kepala Seksi Pemanfaatan dan Perencanaan Hutan, menilai persoalan ini merupakan buntut dari mediasi di Kecamatan Lengkiti yang belum selesai dan masih membutuhkan verifikasi lanjutan.
Massa JERAT turut menyerukan pentingnya transparansi data pengelolaan kawasan hutan. Mereka menekankan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan langkah penting mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam PP No. 71 Tahun 2000.
JERAT berharap aksi ini dapat membuka jalan dialog yang lebih konkret antara pemerintah daerah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini dilakukan secara damai sesuai UU No. 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Empat Tuntutan Utama JERAT Mendesak Kepala Dinas Kehutanan Sumsel UPTD KPH Wilayah VI Bukit Nanti – Martapura untuk mundur jika dianggap tidak mampu menangani masalah sengketa kawasan hutan. Meminta UPTD melakukan tindakan tegas te,(win/Hend)






